Wednesday, August 15, 2012

A Spontanius Liar become A Creative Writer.

Yah, silahkan berasumsi. Semasa masih SD, saya tipikal anak yang pendiam tapi bandel. Saya tidak nakal tentunya tapi sekali lagi bandel. menurut saya Nakal itu cenderung mengusik dan mengganggu orang lain, sedangkan bandel cenderung suka membantah. Kenapa Bandel?? Selama SD lingkungan tempat saya bersekolah dan lingkungan sosial saya sangat keras, mulai dari kata-kata kasar sampe pukul-pukulan itu sudah jadi hal yang biasa disana. Namun, kenakalan pada anak tidak berhasil mempengaruhi saya untuk jadi nakal, justru keinginan bermain saya yang membuat saya bandel.

Selama SD saya jarang bermain diluar, sepulang sekolah harus tidur siang sampe 2 jam, baru kemudian diperbolehkan main. Itupun masih terbatas.Di kelas 6 SD hasrat bermain saya sangat tinggi, karena ada permainan DING-DONG (arcade) yang sedang booming. Jenis permainan ini membuat saya kecanduan. Apapun akan saya lakukan agar dapat bermain ding dong ini, terutama ber BOHONG. Yah, saya sudah berlatih berbohong sejak saat itu.

Kebohongan saya dimulai dari tempat les, les yang harusnya hanya 3 hari seminggu, saya les tiap hari, sisanya untuk main ding-dong. Lama kelamaan saya mencuri duit Rp. 100,- untuk bisa bermain ding-dong. Semakin lama nominalnya semakin tinggi, terakhir Rp. 5000,- pada saat itu, jumlah itu sangat tinggi, saya bisa bermain sampai 50 kali, bahkan saya bagikan dengan beberapa teman. Di depan teman pun saya berbohong ketika ditanya dari mana duitnya, saya jawab aja, NEMU.

Berbohong tidak bisa berhenti disitu, SMP sampe SMA saya semakin menjadi. Bahkan di saat terdesak pun saya dengan lihainya berbohong.  Saya sudah tidak mencuri uang untuk bermain ding-dong, sudah bosan. Saya berbohong untuk hal yang lain, kebaikanyang lebih bernilai dari hanya sekedar permainan. Saya sering menyebutnya berbohong untuk . Tetap saja itu bohong. Kebohongan SMP dan SMA saya hanya seputar contek-mencontek. Saya tidak mencontek, tapi saya juga tidak mau nyontekin. Tapi kalo ga nyontekin saya di bully. Terpaksalah saya memberi jawaban yang salah bagi mereka yang tidak bisa menjawab dengan baik. Cukup banyak diantara mereka (teman-teman SMP) yang akhirnya tidak bisa masuk di sekolah favorit, tidak ada rasa bersalah.

Di SMA saya tidak lagi berurusan dengan contek-mencontek, walau kadang masih terjadi, karena sekolah saya menyaring dengan ketat murid-muridnya. Bahkan dari 6 kelas hanya tersisa 4 kelas dalam jangka waktu 2 tahun akibat saringan yang ketat itu. Perkembangan bohong saya meningkat di level selanjutnya. Saya mengasah kemampuan bohong saya di tahap GOMBAL. Saya tidak tampan nan rupawan, tidak kaya juga, fisik pun pas-pasan, tapi tentunya tidak menghalangi saya untuk punya pacar lebih dari 3 dalam satu waktu sekaligus, walaupun saya masih belum tau apa fungsi pacaran.

Semasa kuliah saya tidak tahu sampai dimana tingkat kebohongan saya. Jenuh, pastinya. Life is too easy. Tidak perlu pikir panjang untuk berbohong, saya sudah biasa, malah bohong itu terlalu mudah bagi saya. Sempat terbersit, mungkin BOHONG adalah BAKAT dan TALENTA saya. WOW!

Tapi justru ini adalah titik balik saya. Saya jenuh berbohong, dan sekali berbohong saya akan terus berbohong untuk menutupi kebohongan yang pertama dan seterusnya. Saya harus berhenti, dan berhenti adalah kesulitan baru. Tanpa berbohong saya menderita. Semua jadi serba salah, masalah jadi ribet. Perjuangannya sangat sulit, mungkin akumulasi kebohongan selama ini. Saya harus berhenti. Saya berhasil, namun perjuangan belum berakhir, sampai sekarang masih berjuang untuk itu.

Sekarang saya bekerja di media. Bakat dan Talenta saya mungkin bukan berbohong seperti yang selama ini saya kira. Imajinasi spontan dan pola pikir kreatif yang dulu saya pakai untuk berbohong sekarang saya pakai untuk membuat cerita, skenario, dongeng, dan tulisan. Mungkin inilah bakat dan talenta saya sesungguhnya.  I was a liar, now I am a Writer.

1 comment: