Thursday, April 14, 2011

Kopi Luwak

Dua hari yang lalu daku diminta untuk menemani 2 orang turis dari Jerman, Dietmar dan Rita. Mereka Berdua adalah suami istri yang hobi jalan-jalan ke luar negeri termasuk Indonesia. Perjalanan mereka kali ini hanya dengan 1 tujuan pasti, yaitu, melihat hewan  Luwak yang katanya dapat menghasilkan kopi terbaik se dunia.

Pada hari pertama di Semarang mereka tidak mau beristirahat dahulu mereka ingin melihat kebun kopi. Kami langsung menuju Kampung Kopi Banaran, yang terletak di daerah Banaran dekat Bawen. Disana kami hanya melihat kebun kopi dan mencicipi kopi asli banaran. Hanya kata "lumayan" yang keluar dari mulut Dietmar. Berarti kami memang harus menyuguhkan kopi yang jauh lebih baik untuk memuaskan hasrat turis yang satu ini.

Di hari kedua, kami menuju Jepara, yang katanya punya penangkaran Luwak. Sesampainya disana kami menjumpai sebuah rumah terbuat dari kayu, tampak kotor dan tak terurus. Namun, di bagian depan tampak ornamen-ornamen kayu yang dipahat dengan indah menyerupai bentuk-bentuk benda, patung dan pemandangan. Karya yang luar biasa, pikirku dalam hati. Sekali lagi, Dietmar tidak tertarik. Ia langsung menuju kandang kayu yg berlubang-lubang. Hanya ada satu ekor Luwak didalamnya, dan itupun tampak tak terurus. Ia sangat bersemangat mengambil gambar Luwak itu berkali-kali bahkan sampai direkam video. Daku sempat kagum, salut dan sedikit agak heran, karena menurut daku tak ada yang spesial dari hewan tersebut. Setelah itu daku mulai menceritakan proses pembentukan kopi Luwak dan penyajiannya dan juga alasan kenapa kopi tersebut sangat mahal seperti halnya yang disampaikan oleh pak Jamal (kalo ga salah, lupa soalnya), si tuan rumah.

Tak lama kemudian, pak Jamal menyuguhkan kami beberapa kilo kopi Luwak yang sudah di kemas seadanya. Ada yang sudah bersih dan ada yang masih kotor masing-masing berbeda harganya. Yang kotor dihargai Rp. 950 ribu, padahal yang ini sama sekali belum dibersihkan dari kotoran si Luwak, denga alasan agar kami tau kalo ini asli dari kotoran Luwak. Sama sekali tidak menggugah seleraku. Sedangkan yang bersih dihargai Rp 100ribu lebih mahal, dengan alasan karena sulit membersihkan satu-persatu biji kopi dari kotoran Luwak dan kulit ari buah kopi itu sendiri. Melihat semua itu, Dietmer langsung tertarik membeli satu kilo kopi yang sudah dibersihkan. Bahkan, tanpa tawar menawar terlebih dahulu. Hanya itu, dan kami kembali ke Semarang setelah menuju beberapa tempat wisata.

Melihat proses pembentukannya Kopi Luwak merupakan Kopi terjorok yang pernah daku lihat. Namun dari segi rasa, Kopi Luwak mendapat predikat kopi terbaik sedunia. Memang dalam menilai sesuatu kita terkadang hanya melihat dari sisi yang buruk, atau kalo dalam hidup, hanya melihat proses yang menyakitkan. Namun, semua itu hilang ketika kita bisa merasakan hasil yang kita dapatkan, dan melihat keindahan dari proses pembentukan itu.

No comments:

Post a Comment